
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR: 10 /PER-DJPSDKP/2014
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka tertib pelaksanaan verifikasi dan penerbitan laporan hasil verifikasi pendaratan ikan oleh Pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan, dipandang perlu adanya petunjuk teknis verifikasi pendaratan ikan;
b. bahwa sesuai dengan perkembangan, Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.322/DJ-PSDKP/2012 Tentang Petunjuk Teknis Verifikasi Pendaratan Ikan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu untuk ditinjau kembali;
c.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan tentang Petunjuk Teknis Verifikasi Pendaratan Ikan;
Mengingat :
1.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
2.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
3.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.13/MEN/2012 tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 669);
4.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.25/MEN/2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN.
Pasal 1
Ketentuan mengenai petunjuk teknis verifikasi pendaratan ikan tercantum dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 2
Petunjuk teknis verifikasi pendaratan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan acuan bagi Pengawas Perikanan dalam melakukan verifikasi pendaratan ikan di pelabuhan.
Pasal 3
Dengan ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 322/DJ-P2SDKP/2012 tentang Petunjuk Teknis Verifikasi Pendaratan Ikan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 4
Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Desember 2014
DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,
ASEP BURHANUDIN
LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: 10/PER-DJPSDKP/2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelestarian sumber daya ikan merupakan amanat dari Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang telah diubah dengan Undang-undang No 45 Tahun 2009, untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Pengawasan hasil tangkapan ikan, mengacu pada ketentuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (FA, 1995) dan European Concil (EC) Regulation No. 1005/2008 of 29 September 2008, establishing a community system to prevent, deter and eliminate Illegal, Unreported and Unregulated fishing (IUU Fishing).
Dalam rangka memenuhi persyaratan perdagangan hasil perikanan ke Uni Eropa dan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan memberantas kegiatan IUU Fishing, perlu meningkatkan penelusuran hasil tangkapan ikan yang ditangkap oleh kapal penangkap ikan melalui kegiatan verifikasi pendaratan ikan sesuai dengan pasal 11 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 13/MEN/2012 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dan dalam rangka keseragaman pola pikir dan pola tindak bagi pengawas perikanan dalam melakukan verifikasi pendaratan ikan sebagai salah satu persyaratan untuk penerbitan sertifikasi hasil tangkapan ikan, diperlukan Petunjuk Teknis sebagai pedoman agar operasional pengawasan di lapangan dapat dilaksanakan secara optimal.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal ini adalah sebagai pedoman bagi petugas Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas verifikasi pendaratan ikan di Pelabuhan Perikanan.
2. Tujuan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal ini adalah sebagai petunjuk penerbitan laporan verifikasi pendaratan ikan oleh Pengawas Perikanan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal ini meliputi :
1. ketentuan dan tata cara verifikasi pendaratan ikan.
2. pelaporan.
3. monitoring dan evaluasi
D. Pengertian
1. Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SHTI, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor bukan dari kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing.
2. Verifikasi pendaratan ikan adalah serangkaian kegiatan Pengawas Perikanan dalam melakukan analisa terhadap ikan hasil tangkapan untuk mengetahui bahwa ikan hasil tangkapan bukan berasal dari kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing.
3. Laporan Hasil Verifikasi Pendaratan Ikan yang selanjutnya disingkat LHVPI adalah laporan yang dibuat oleh Pengawas Perikanan setelah melakukan verifikasi pendaratan ikan sebagai salah satu syarat penerbitan SHTI.
4. SHTI-Lembar Awal adalah surat keterangan yang memuat informasi hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan untuk tujuan pencatatan.
5. SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan adalah surat keterangan yang memuat informasi seluruh atau sebagian hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa.
6. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
7. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, yang selanjutnya disingkat SIKPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
8. Otoritas Kompeten Lokal adalah Kepala Pelabuhan Perikanan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan Kepala Pelabuhan Perikanan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah.
9. Petugas Pendataan adalah Pengawas Perikanan yang melakukan pemeriksaan kedatangan kapal perikanan di pelabuhan.
10. Petugas Verifikasi adalah Pengawas Perikanan yang ditugaskan untuk melakukan verifikasi pendaratan ikan sebagai syarat penerbitan SHTI Lembar Awal dan SHTI Lembar Turunan Yang Disederhanakan.
11. Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang selanjutnya disingkat UPT adalah unit kerja yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal.
12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang membidangi urusan di bidang pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
BAB II
KETENTUAN DAN TATA CARA VERIFIKASI PENDARATAN IKAN
1. Ketentuan Verifikasi Pendaratan Ikan.
a. Verifikasi pendaratan ikan dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang ditugaskan oleh kepala UPT/Satuan kerja/Pos Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang membawahinya.
b. Verifikasi pendaratan ikan dilakukan terhadap kapal perikanan yang melaporkan kedatangannya kepada pengawas perikanan dan mendaratkan ikan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan.
c. Pengawasan pendaratan ikan dilakukan oleh Pengawas Perikanan dengan cara melakukan pendataan jumlah dan jenis ikan yang didaratkan.
d. Verifikasi pendaratan ikan terhadap kapal penangkap ikan dengan ukuran > 20 (dua puluh) Gross Tonnage (GT) dilakukan sebagai persyaratan terbitnya SHTI-Lembar Awal dan Lembar Turunan,berdasarkan permohonan dari nakhoda/pemilik kapal dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
e. Verifikasi pendaratan ikan terhadap kapal penangkap ikan dengan ukuran ≤ 20 (dua puluh) Gross Tonnage (GT)dilakukan sebagai persyaratan terbitnya SHTI-Lembar Turunan yang disederhanakan,berdasarkan permohonan dari nakhoda/pemilik kapal dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
f. Hasil verifikasi pendaratan ikan dituangkan dalam LHVPI yang memuat:
a. nama kapal;
b. nomor dan masa berlaku SIPI/SIKPI;
c. jenis alat penangkapan ikan;
d. tanggal dan daerah penangkapan;
e. pelabuhan pangkalan; dan
f. jenis dan berat ikan.
2. Tata Cara Verifikasi Pendaratan Ikan Untuk Kapal Perikanan Berukuran ≥ 20 Gross Tonnage.
a. Permohonan Verifikasi Pendaratan Ikan.
Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal mengajukan permohonan penerbitan LHVPI kepada pengawas
perikanan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dengan melampirkan sebagai berikut:
1) Surat Kuasa bermeterai cukup, bilamana dikuasakan kepada orang lain;
2) SIPI/SIKPI;
3) Jurnal pelayaran untuk kapal penangkap ikan dengan ukuran > 20 Gross Tonnage (GT) sampai dengan 30 Gross Tonnage (GT);
4) Fotocopy form Hasil Pemeriksaan Kapal Kedatangan Kapal Perikanan; dan
5) surat pernyataan bermeterai cukup atas kebenaran hasil tangkapan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini
b. Pemeriksaan dan Penerbitan LHVPI.
1) Petugas Pendataan melakukan koordinasi dengan pihak pelabuhan untuk memeriksa dokumen, mencatat data kapal, alat
tangkap yang digunakan, jenis dan jumlah ikan yang didaratkan di pelabuhan.
2) Petugas Pendataan menuangkan hasil pemeriksaan kapal perikanan dalam Form LHVPI dengan format sebagaimana
tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
3) Petugas Pendataan memeriksa kelengkapan dokumen permohonan, apabila tidak lengkap, petugas pendataan wajib
memberitahukan kekurangan kelengkapan persyaratan kepada Pemohon.
4) Apabila persyaratan tidak lengkap, proses verifikasi pendaratan ikan ditangguhkan sampai Pemohon melengkapi persyaratan yang belum lengkap.
5) Setelah dokumen dinyatakan lengkap, maka Petugas pendataan menyerahkan form LHVPI kepada petugas verifikasi untuk
dilakukan analisa.
6) Petugas Verifikasi melakukan analisa terhadap kesesuaian data yang dituangkan dalam Form Laporan Verifikasi Hasil Pendaratan Ikan dan melakukan analisa terhadap:
a) Fisik kapal perikanan, meliputi nama kapal dan jenis alat penangkapan ikan.
b) Pelabuhan pangkalan;
c) Jenis dan berat ikan;
d) Tanggal dan daerah penangkapan ikan berdasarkan jurnal pelayaran atau log book penangkapan ikan bagi kapal
perikanan dengan ukuran > 20 Gross Tonnage sampai dengan 30 Gross Tonnage dan data hasil pemantauan kapal perikanan menggunakan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan online bagi kapal perikanan dengan ukuran > 30 Gross Tonnage ; dan
e) kesesuaian ikan hasil tangkapan dengan jenis alat penangkapan ikan.
7) Dalam hal analisa Petugas verifikasi ditemukan dugaan kegiatan penangkapan ikan yang terkait IUU fishing, petugas verifikasi mengembalikan permohonan tersebut kepada pemohon dan memberikan surat penolakan/tidak diterbitkan verifikasi
pendaratan ikan dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
8) Penolakan/tidak diterbitkan verifikasi pendaratan ikan dicatat dalam form rekapitulasi laporan penolakan verifikasi pendaratan ikan sebagaimana tercantum dalam lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
9) Dalam hal analisa Petugas verifikasi tidak ditemukan dugaan kegiatan penangkapan ikan yang terkait IUU fishing, maka LHVPI dapat diterbitkan.
10) LHVPI yang telah diisi selanjutnya diberikan nomor dengan membubuhkan tanda tangan petugas pendataan dan petugas
verifikasi serta menuangkan hasil analisa dalam kolom catatan berupa keterangan bahwa ikan hasil tangkapan diperoleh dari operasional kapal perikanan yang taat sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan;
11) LHVPI dibuat 5 (lima) rangkap yang digunakan untuk:
a) rangkap 1 (satu) diserahkan kepada Nakhoda, pemilik kapal perikanan, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal perikanan
untuk mengajukan permohonan penerbitan SHTI-Lembar Awal;
b) rangkap 2 (dua) diserahkan kepada Otoritas Kompeten Lokal;
c) rangkap 3 (tiga) diserahkan kepada Penanggung jawab Unit Pengolahan Ikan, eksportir atau yang ditunjuk untuk
mengajukan permohonan penerbitan SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan;
d) rangkap 4 (empat) diserahkan kepada Kepala UPT;
e) rangkap 5 (lima) arsip.
3. Tata Cara Verifikasi Pendaratan Ikan Untuk Kapal Perikanan Berukuran ≤ 20 Gross Tonnage.
a. Permohonan Verifikasi Pendaratan Ikan.
Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal mengajukan permohonan penerbitan verifikasi pendaratan ikan kepada pengawas perikanan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dengan melampirkan sebagai berikut:
a. Surat Kuasa bermeterai cukup, bilamana dikuasakan kepada orang lain;
b. SIPI untuk kapal yang berukuran > 5 - 20 Gross Tonnage;
c. Bukti Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP) untuk kapal yang berukuran < 5 Gross Tonnage; d. Jurnal pelayaran bagi kapal penangkap ikan dengan ukuran > 5 - 20 Gross Tonnage;
e. surat pernyataan bermeterai cukup atas kebenaran hasil tangkapan dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
f. Fotocopy Hasil Pemeriksaan Kapal kedatangan kapal perikanan
b. Pemeriksaan dan Penerbitan Laporan Verifikasi Pendaratan Ikan.
a. Petugas Pendataan melakukan koordinasi dengan pihak Pelabuhan Perikanan untuk:
1) memeriksa dokumen kapal perikanan;
2) mencatat data kapal kapal perikanan;
3) memeriksa alat tangkap yang digunakan;
4) memeriksa jenis dan jumlah ikan yang didaratkan di pelabuhan;
b. Petugas Pendataan menuangkan hasil pemeriksaan kapal perikanan dalam Form LHVPI dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
c. Petugas Pendataan memeriksa kelengkapan dokumen permohonan, apabila tidak lengkap, petugas pendataan wajib memberitahukan kekurangan kelengkapan persyaratan kepada Pemohon.
d. Proses verifikasi pendaratan ikan ditangguhkan sampai Pemohon melengkapi persyaratan yang belum lengkap.
e. Setelah dokumen dinyatakan lengkap, maka Petugas pendataan menyerahkan form LHVPI kepada petugas verifikasi untuk dilakukan analisa.
f. Petugas Verifikasi melakukan analisa terhadap kesesuaian data yang dituangkan dalam Form LHVPI dan melakukan analisa terhadap:
1) Fisik kapal perikanan, meliputi;
a) Nama kapal; dan
b) Jenis alat penangkapan ikan.
2) Pelabuhan pangkalan;
3) Jenis dan berat ikan;
4) Tanggal dan daerah penangkapan ikan berdasarkan jurnal pelayaran; dan
5) kesesuaian ikan hasil tangkapan dengan jenis alat penangkapan ikan.
g. Dalam hal analisa Petugas verifikasi tidak ditemukan dugaan kegiatan penangkapan ikan yang terkait IUU fishing, maka LHVPI dapat diterbitkan.
h. Dalam hal analisa Petugas verifikasi ditemukan dugaan kegiatan penangkapan ikan yang terkait IUU fishing, petugas verifikasi mengembalikan permohonan tersebut kepada pemohon dan memberikan surat penolakan/tidak diterbitkan verifikasi pendaratan ikan dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
i. Penolakan/tidak diterbitkan verifikasi pendaratan ikan dicatat dalam form rekapitulasi laporan penolakan verifikasi pendaratan ikan sebagaimana tercantum dalam lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
j. LHVPI yang telah diisi selanjutnya diberikan nomor dengan membubuhkan tanda tangan petugas pendataan dan petugas verifikasi serta menuangkan hasil analisa dalam kolom catatan berupa keterangan bahwa ikan hasil tangkapan diperoleh dari operasional kapal perikanan yang taat sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan;
k. Laporan Verifikasi Hasil Pendaratan Ikan dibuat 5 (lima) rangkap yang digunakan untuk:
1) rangkap 1 (satu) diserahkan kepada Nakhoda, pemilik kapal perikanan, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal perikanan untuk mengajukan permohonan penerbitan SHTI-Lembar Turunan yang Disederhanakan;
2) rangkap 2 (dua) diserahkan kepada Otoritas Kompeten Lokal;
3) rangkap 3 (tiga) diserahkan kepada Penanggung jawab Unit Pengolahan Ikan, eksportir atau yang ditunjuk untuk mengajukan permohonan penerbitan SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan;
4) rangkap 4 (empat) diserahkan kepada Kepala UPT;
5) rangkap 5 (lima) arsip.
BAB III
PELAPORAN
1) Petugas Verifikasi melaporkan LHVPI kepada kepala satuan unit kerjanya dengan format sebagaimana lampiran VII.
2) Kepala UPT melakukan rekapitulasi LHVPI dan dilaporkan kepada Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan setiap bulan pada tanggal 5.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
1) Kepala UPT melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan verifikasi pendaratan ikan dan melaporkan hasil evaluasinya kepada Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan.
2) Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan melaporkan analisa evaluasi hasil pendaratan ikan kepada Direktur Jenderal.
DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN
SUMBER DAYA KELAUTAN DAN
PERIKANAN
ASEP BURHANUDIN
